Senin, 11 April 2016

KEBIJAKAN DEVIDEN

MANAJEMEN KEUANGAN II
KEBIJAKAN DEVIDEN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen Keuangan II di semester empat
Prodi S1 Manajamen
         Di susun oleh :
1.      Anggraeni Puspita Sari.          (5130014014)
2.      Ainul Firda                              (5130014017)
3.      Fitri Alfiah Dewi                    (5130014028)
4.      Nur Aini                                  (5230014001)
5.      Ade Suriani Dianini                (5230014010)

Dosen Pembimbing :
Ninnasi Muttaqiin, S.M.B., M.SM.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2016


BAB I
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DEVIDEN
Deviden adalah laba atau keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham (Darmadji dan Fakhuruddin, 2001). Besar deviden yang dibagikan kepada pemegang saham tergantung pada jum;ah saham yang dimiliki pemegang saham.
Deviden biasanya dibagikan dalam bentuk tunai selain itu deviden juga dibagiakn dalam bentuk aktiva selain kas ataupun saham baru.[1]

B.     PENGERTIAN KEBIJAKAN DEVIDEN
Sedangkan kebijakan deviden adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan deviden (Sundjaja dan Barlian  (2003: 309)).

C.    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DEVIDEN
Guntur Thant (1995) menyajiakn faktor yang mempengaruhi keputusan deviden dan mengacu pada berbagai penulis diantaranya Levy dan Samat (1990) serta Van Home (1986) yang meliputi:
1. Peraturan atau perundang undangan adatiga hal yang ditekankan sehubungan dengan pembayaran deviden:
a.    Peraturan laba bersih yang menyatakan bahwa deviden dibayarkan dalm laba bersih saat ini atau tahun lalu.
b.  Larangan pengurangan modal yang menekankan bahwa deviden tidak vboleh dibayar dengan modal untuk melindungi para keditur.
c.   Peraturan kepailitan menyatakan bahwa pada saat pailit, perusahaan dilaramng membayar deviden untuk melindungi kreditur. Dengan membayar deviden pada kondisi pailit, bererti deviden yang dibayarkan diambil dari milik kreditur.
2.  Posisi Likuiditas. Jika laba ditahan telah diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan perusahaan, laba ditahan tersebut tidak lagi berupa kas. Hal ini menunjukkan posisi likuiditas perusahaan rendah dan ada kemungkinan perusahaan tidak mampu membayarkan dividennya.
3.  Kebutuhan Dana untuk Melunaskan Hutang. Perlu penyisihan laba sebelum hutang jatuh tempo agar keuntungan perusahaan pada periode jatuh tempo hutang tidak dibebani pembayaran seluruh hutang.
4.  Larangan Dalam Perjanjian Hutang. Dalam perjanjian hutang, ada larangan bagi debitur sehubungan dengan pembayaran dividen dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pihak kreditur sehubungan dengan dana yang dipinj amkan.
5. Tingkat Ekspansi Perusahaan. Semakin berkembang suatu perusahaan, semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Untuk itu, peusahaan cenderung membiayai dengan sumber intern yaitu dengan jalan memperbesar laba yang ditahan sehingga dividen yang dibayarkan menjadi lebih kecil.
6.      Tingkat Keuntungan. Pengertian tingkat keuntungan disini adalah tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan. Hal ini menentukan perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham atau menggunakannya dalam perusahaan yang bersangkutan.
7. Stabilitas Perusahaan. Perusahaan yang telah mapan dan labanya stabil akan mampu mengestimasi besarnya laba di tahun-tahun mendatang sehingga berani menetapkan dividend payout ratio yang relatif tinggi karena tingkat kepastian untuk memperoleh laba yang diharapkan tinggi.
8.   Kemampuan Memasuki Pasar Modal. Perusahaan yang sehat dan posisi likuiditas, rentabilitas, serta solvabilitasnya baik, akan mampu mencari dana untuk tujuan ekspansi melalui pasar modal sehingga akan semakin besar dividen yang dibayarkan.
9.   Perilaku Kelompok Pengendali Perusahaan. Kekuawatiran berkurangnya kekuasaan kelompok dominan dalam mengendalikan perusahaan, cenderung mendorong perusahaan untuk memperbesar laba yang ditahan. Laba ditahan tersebut digunakan untuk keperluan ekspansinya, yang berarti akan memperkecil pembayaran dividen.
10. Posisi Pemegang Saham sebagai Wajib Pajak. Pada umumnya, mereka yang memegang sebagian besar saham tergolong kelompok berpendapatan tinggi dan pembayar pajak yang tinggi. Karena kendali perusahaan dipegang oleh kelompok ini, maka perusahaan cenderung untuk membayar dividen yang rendah dengan tujuan untuk menghindarkan kelompok tersebut dari pajak penghasilan tinggi.
11.  Pajak atas Keuntungan yang Salah Diakumulasikan. Untuk mencegah perusahaan menahan keuntungan hanya untuk menghindari tarif pajak pribadi yang tinggi, dikeluarkan peraturan yang membebani pajak tambahan terhadap keuntungan yang diakumulasikan secara tidak benar.
12. Tingkat Inflasi. Kecenderungan kenaikan harga tennasuk harga aktiva tetap menyebabkan akumulasi penyusutan tidak lagi mencukupi untuk mengganti aktiva tetap yang aus karena proses produksi. Karena itu, perusahaan akan memperbesar porsi laba ditahan yang berarti porsi untuk dividen berkurang.
D.    TEORI – TEORI KEBIJAKAN DEVIDEN
Teori ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2001) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan resiko bisnis, dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan dipersoalkan. Teori ini didukung oleh Brigham dan Houston (1998) yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya.
Modigliani dan Miller (MM) mengemukakan pendapat ini dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a.       Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah sempurna.
b.      Tidak ada biaya emisi saham baru.
c.       Tidak ada pajak penghasilan
d.      Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller, dengan alasan asumsi-asumsi yang dikemukakan Modigliani dan Miller sangat lemah. Karena pada praktiknya pasar modal sempurna sulit ditemui, biaya emisi saham baru pasti ada, pajak pasti ada, kebijakan perusahaan pasti berubah-ubah, (Atmaja, 1999).
1.      The Bird in The Hand Theory
Teori ini dicetuskan oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah, karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield, (Sjahrial, 2008). Satu burung di tangan (dividen saat ini) lebih berharga daripada seribu burung di udara (capital gains di masa yang akan datang). Dengan kata lain, investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal. Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan. Modigliani dan Miller menggunakan istilah The Bird i The Hand Fallacy. Alasan MM, dividen yang diterima oleh investor pada akhirnya akan diinvestasikan kembali pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.

2.      Tax Differential Theory (Teori Preferensi Pajak)
             Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (Brigham dan Houston, 1998:573) dalam Rizki (2006) yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, dan capital gains yield rendah dari pada saham yang dividend yield rendah, dan capital gains yield tinggi.


3.      Signaling Theory (Dividen irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan))
Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun, (Sjahrial, 2008:313). Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyuka dividen daripada capital gains. Menurut MM dalam Brigham dan Houston (1998) mengatakan bahwa suatu kenaikan dividen lebih besar dari yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa yang akan datang. Sebaliknya, penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dimasa yang akan datang.    
                                
4.      The Clientele Effect
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda-beda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (1998:573) mengatakan bahwa ada kecenderungan perusahaan untuk menarik jenis investor yang menyukai kebijakan dividen yang didesain oleh perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu DPR yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang pada saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih yang diperoleh. Jika ada perbedaan pajak bagi individu misalnya orang yang lanjut usia pajak lebih ringan, maka kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membayar dividen kecil, sebaliknya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relative rendah justru menyuakai dividen yang tinggi.

5.      Agency Theory
Teori keagenan membahas hubungan antara pemberi kerja (principal) dan penerima amanah (agen/manajemen) untuk melaksanakan pekerjaan. Kedua belah pihak diikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajibanya masing-masing. Prinsipal menyediakan pasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaan, sedangkan manajemen mempunyai kewajiban untuk mengelola yang diamanahkan prinsipal kepadanya. Atas kepemilikannya kepada perusahaan, prinsipal akan memperoleh hasil berupa pembagian laba dalam bentuk dividen, sedangkan agen akan memperoleh kompensasi dalam bentuk gaji, bonus, insentif, dan kompensasi lainya.
Teori keagenan Jansen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency problem). Penyebab konflik antara manejer dengan pemegang saham dipicu oleh aktivitas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pencairan dana (financing decision) dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Cara untuk mengatasi agency problem dan mengurangi munculnya agency cost yaitu dengan meningkatkan DPR.

6.      Free Cash Flow
Dalam Signaling Theory , dividen digunakan sebagai sinyal positif bagi kemampuan manejer untuk mengelola perusahaan. Untuk membayar dividen diperlukan free cash flow yang banyak. Hanya perusahaan yang memiliki free cash flow yang baik yang mampu membayar dividen secara kontiniu, (Asnawi dan Wijaya, 2005:49). Sedangkan menurut Penman (2004:113) menyatakan bahwa free cash flow merupakan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi yang menjadikan kas untuk investasi berkurang. Apabila free cash flow suatu perusahaan besar, maka DPRnya juga tinggi.
Ada dua teori yang saling bertentangan mengenai kebijakan terhadap dividen yang seharusnya dianut oleh perusahaan. Teori itu adalah teori dari Miller dan Modigliani yang menyatakan bahwa kebijakan terhadap dividen tidak relevan. Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tetapi ditentukan oleh laba bersih dan tingkat resiko perusahaan. Di lain pihak, Gordon dan Lintner mengemukakan teori bird in the hand yang menyatakan bahwa dividen akan kecil risikonya jika dibandingkan dengan kenaikan nilai modal dan oleh karena itu, biaya ekuitas perusahaan akan naik apabila dividen dikurangi. Sehingga suatu perusahaan dapat menetapkan suatu rasio pembagian dividen yang tinggi dan menawarkan hasil dividen yang tinggi guna meminimumkan biaya modalnya. Di sisi lain, pembagian dividen merupakan suatu pertanda bagi investor. Kenaikan dividen yang sangat besar menandakan bahwa manajemen merasa optimis, sedangkan penurunan dividen menunjukkan bahwa manajemen pesimis atas masa depan perusahaan. Kebijakan terhadap dividen perusahaan akan menarik minat dari kalangan investor tertentu yang sepaham dengan kebijakan terhadap dividen perusahaan. Dari teori kebijakan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) pendapat yang muncul mengenai kebijakan terhadap dividen, yaitu :

a.  Dividen Tidak Mempengaruhi Harga Saham. Teori ini berdasarkan pandangan bahwa kebijakan terhadap dividen tidak akan berpengaruh baik terhadap rencana investasi atau struktur modal maupun terhadap aliran kas di masa yang akan datang. Berdasarkan pandangan ini, efisiensi pasar modal menjadi kritis dan pajak diabaikan. Argumen yang menyokong suatu hipotesis yaitu jika manajemen dapat meningkatkan nilai pasar dari saham perusahaan dengan mengubah kebijakan terhadap dividennya, kenapa itu tidak dilakukan? Jawabannya adalah karena kebijakan terhadap dividen tidak berarti. Tetapi jika unsur pajak dimasukkan dalam pembahasan, maka pembahasan akan menuju ke hipotesis yang kedua
b.      Dividen Akan Menurunkan Harga Saham. Jika tarif pajak investor atas dividen lebih besar dari capital gain, maka investor akan berusaha untuk menginvestasikan kembali pendapatan mereka untuk memaksimumkan after tax return mereka. Sudah tentu, berdasarkan alasan ini, jika tarif pajak atas capital gain melebihi tarif dividen, maka akan terjadi kebalikannya.
c.  Dividen Akan Menaikkan Harga Saham (Signalling Theory). Pendapatan dari dividen merupakan hal yang sangat diharapkan oleh investor. Dengan asumsi seperti ini, keputusan manajemen untuk menaikkan dividen merupakan suatu tanda bahwa perusahaan tersebut mempunyai kemampuan untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. Hal ini akhinya akan mendorong harga saham menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, dividen yang rendah merupakan suatu tanda yang kurang baik dan akhirnya akan menurunkan harga saham.[2]

E.     Jenis-jenis Dividen
1.      Dividen tunai (cash dividen)
Dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Dividen ini yang paling umum dan banyak digunakan dalam pembagian saham.
2.      Dividen saham (stock dividen)
Yaitu dividen yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah. Jadi, pemberian stock dividen ini dilakukan dengan cara mengubah sebagian laba ditahan (retained earnings) menjadi modal saham yang pada dasarnya tidak mengubah jumlah modal sendiri. Namun demikian cash flow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang tunai. Peristiwa ini dilakukan jika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan. Investor dalam hal ini akan memiliki lebih banyak saham tetapi laba per lembar saham lebih rendah. Proporsi pemilikan investor tidak mengalami perubahan.
3.      Pemecahan Saham (Stock Split) 
Yaitu pemecahan selembar saham menjadi n lembar saham. Harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Dengan demikian, sebenarnya stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Melakukan pemecahan dalam hal, yaitu menambah jumlah saham dengan cara melalui pengurangan nilai nominalnya.
4.      Penggabungan Saham (Reverse Split )  
5.      Pembelian Kembali Saham (Repurchase Of Stock)   
Yang dimaksud dengan buyback saham adalah pembelian kembali saham-saham yang telah diterbitkan oleh suatu Perseroan dan dimiliki oleh Perseroan untuk jangka waktu tertentu, maksimum selama 3 tahun. Pada dasarnya buyback saham merupakan bentuk tanggung jawab dari Perseroan yang dilakukan oleh Perseroan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan perseroan. Selanjutnya bahwa pembelian kembali saham adalah stockrepurchase yaitu perjanjian bahwa perusahaan dapat membeli kembali saham yang telah diterbitkan jika perusahaan membutuhkan, penjanjian ini dapat menjadi insentif bagi karyawan kontrak karena dengan demikian mereka dapat menjual kembali sahamnya pada saat masa kontrak kerjanya berakhir.[3]

BAB II
PENUTUP
2.1  Kesimpulan
Deviden adalah laba atau keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham (Darmadji dan Fakhuruddin, 2001). Besar deviden yang dibagikan kepada pemegang saham tergantung pada jum;ah saham yang dimiliki pemegang saham. Sedangkan kebijakan deviden adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan deviden (Sundjaja dan Barlian  (2003: 309)).
Teori kebijakan deviden dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2001) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan resiko bisnis, dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan dipersoalkan. Teori ini didukung oleh Brigham dan Houston (1998) yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Jenis-jenis Dividen yaitu Dividen tunai (cash dividen), Dividen saham (stock dividen), Pemecahan Saham (Stock Split), Penggabungan Saham (Reverse Split ), Pembelian Kembali Saham (Repurchase Of Stock).
2.2  Saran
Dalam mempelajari materi kebijakan deviden ini penyusun menyarankan selain menguasai pengertian, jenis-jenis saham dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, perlu juga memperhatiakan dalam menentukan suatu kebijakan dividen bahwa ada yang menyatakan 3 pendapat secara teori kebijakan dividen itu tidak bisa mempengaruhi harga saham yang beredar, dividen ada yang menurunkan harga saham yang beredar dan ada juga dividen ini menaikkan harga saham yang bereder.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.Repository.usu.ac.id > bitsteam


[1]http://www.Repository.usu.ac.id > bitsteam
[2]http://www.Repository.usu.ac.id > bitsteam
[3] http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/pembelian_kembali_saham.aspx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar