Minggu, 05 Juni 2016

PEMBELANJAAN LEASING



MANAJEMEN KEUANGAN II
PEMBELANJAAN LEASING
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen Keuangan II di semester empat
Prodi S1 Manajamen
    Di susun oleh :
1.      Anggraeni Puspita Sari.          (5130014014)
2.      Ainul Firda                              (5130014017)
3.      Fitri Alfiah Dewi                    (5130014028)
4.      Nur Aini                                  (5230014001)
5.      Ade Suriani Dianini                (5230014010)

Dosen Pembimbing :
Ninnasi Muttaqiin, S.M.B., M.SM. 

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2016


BAB 1
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Macam Leasing
Perusahaan sewa guna usaha di Indonesia lebih dikenal dengan nama Leasing. Kegiatan utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan yang dimaksud jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh diperusahaan leasing. Pihak Leasing dapat membiayai keinginan nasabah dengan perjanjian yang telah disepakati kedua pihak.
Perusahaan Leasing dapat diselenggarakan oleh atau badan usaha yang berdiri sendiri. Keterbatasan perusahaan leasing adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang dilakukan oleh bank seperti memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk uang.
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan leasing) dengan lessee (nasabah) di mana pihak lessor memyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Sedangkan pengertian sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”. Yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya,operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Jenis Leasing ada 2 (dua) macam, yaitu:
a)      Financial Lease atau Capital Lease. Finance lease adalah sewa guna usaha dimana lesse mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama, yang dapat dibedakan lagi menjadi :
                          i.      Direct Finance Lease. Direct finance lease adalah dimana penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha sehingga atas permintaanya perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.
                        ii.      Sales and Lease Back. Sales and lease back adalah dimana penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.
b)      Operating Lease (Sewa Menyewa Biasa). Operating Lease adalah sewa guna usaha yang pada dasarnya seperti sewa menyewa biasa dimana penyewa tidak mempunyai hak opsiuntuk membeli objek sewa guna usaha.

B.     Alasan Pemilihan Leasing
1)      Leasing meningkatkan arus kas (cash flow). Leasing dapat memfasilitasi 100% pembiayaan tanpa pembayaran uang muka. Besarnya cicilan dapat diatur sesuai dengan kemampuan keuangan anda.
2)      Leasing mempertahankan sumber pembiayaan yang lain. Pembelian barang modal melalui leasing tidak mengganggu fasilitas kredit (credit line) yang perusahaan miliki untuk tetap digunakan untuk keperluan lain. Apabila perusahaan membeli barang modal menggunakan fasilitas kredit bank, maka plafon fasilitas kredit bank anda akan berkurang. (contoh: penggunaan kartu kredit)
3)      Leasing memudahkan proses upgrade barang modal.. Sekarang fitur mesin-mesin pabrik berganti setiap 2 (dua) tahun, model kendaraan setiap tahun. Tiap tahun model berkembang dan menerapkan teknologi dan fitur-fitur yang lebih canggih. Leasing dengan opsi (Operational Lease) memudahkan proses upgrade barang modal perusahaan, supaya tidak ketinggalan zaman.
4)      Leasing menghemat biaya operasional. Leasing memungkinkan perusahaan membayar cicilan sesuai kemampuan dan tujuan keuangan perusahaan.
5)      Leasing menyediakan bunga tetap. Skema bunga tetap memudahkan perusahaan dalam membuat proyeksi anggaran keuangan.
6)      Leasing menyediakan pilihan. Perusahaan dapat memilih barang modal yang ingin dibiayai plus garansi kerusakan yang berlaku dari manufaktur tetap merupakan hak perusahaan. Perusahaan Leasing dapat membantu memberikan fasilitas pembiayaan barang modal tersebut.
7)      Leasing membantu mengasuransikan inflasi. Skema bunga rendah dan tetap (low & fixed rate) memberikan proteksi terhadap kenaikan harga barang modal di masa mendatang.
8)      Leasing membantu perusahaan dalam pembiayaan beberapa barang modal sekaligus Karena cicilan yang dapat diatur sesuai kemampuan perusahaan, leasing membantu perusahaan dalam pembelian beberapa barang modal sekaligus.
9)      Leasing memberikan flexibilitas. Leasing memberikan flexibilitas kepada perusahaan untuk membeli, refinancing (sale & lease back), upgrade atau mengembalikan barang modal. Fitur ini dapat ditemui pada leasing dengan opsi (Operating lease).
10)  Leasing memberikan keuntungan pajak. Sesuai hukum pajak, pembayaran cicilan dapat dipotong langsung sebagai biaya usaha sebagai pengurang penghasilan, dus perusahaan dapat mengurangi pembayaran pajak tanpa melanggar hukum. Fitur ini dapat ditemui pada leasing dengan opsi (Operating lease)

C.    Kaitan Akuntansi, Arus Kas dan Leasing
Langkah I

 
Menghitung NPV (Net Present Value) aktiva. NPV dihitung dengan mempresent-valuekan seluruh arus kas masuk kemudian diselisihkan dengan present value arus kas keluar. Pada perhitungan NPV, kita gunakan biaya modal sebagai tingkat diskonto.
Keterangan :
CIFᵼ     : Cash Inflow pada waktu t yang dihasilkan proyek
K          : Biaya Modal
COF     : Initial Cash Outflow (diasumsikan terjadi sekarang)
N          : Usia proyek

Langkah II

 
Menghitung NAL (Net Advantage to Leasing). NAL adalah penghematan biaya yang timbul karena kita memilih alternative leasing daripada membeli aktiva tersebut.



Keterangan :
Ot    : Operating Cash Outflow pada waktu t yang terjadi jika aktu dibeli (tidak leasing).
Biasanya terdiri dari Biaya Perawatan dan Asuransi yang pada kontrak lease akan dibayar oleh lessor.
•    Rt    : Leasing payment tahunan pada waktu t
•    T    : Tingkat pajak pada penghasilan perusahaaan
•    Dt    : Biaya depresiasi aktiva pada waktu t
•    Vn    : Nilai sisa setelah pajak (Salvage Value After Tax) pada waktu n
•    COF    : Harga pembelian aktiva, yang tidak dibayar lessee jika ia mengeluarkan leasing
•    Rb    : Biaya hutang setelah pajak
Rb = kd( 1 – T )
•     kd    : Biaya hutang sebelum pajak

Langkah III
Membuat keputusan, dimana :
1.    Jika NPV > 0 dan NAL > 0, maka aktiva dapat diperoleh melalui LEASING.
2.    Jika NPV > 0, namun NAL < 0, maka aktiva dapat diperoleh dengan cara MEMBELI.
3.    Jika NPV < 0 dan NAL > 0, jangan dulu menolak aktiva tersebut sebab akan timbul:
·         NPV + NAL > 0, maka aktiva dapat diterima tapi harus diperoleh dengan cara LEASING.
·         NPV + NAL < 0, maka aktiva atau proyek tersebut DITOLAK.
·         Jika NPV < 0 dan NAL < 0, maka aktiva atau proyek tersebut DITOLAK.
Kasus
Perusahaan RIVIERA yang bergerak dalam bidang industri Tas Kulit merencanakan untuk membeli sebuah mesin baru seharga Rp. 80.000.000,- untuk pembayaran pajaknya, mesing didepresiasikan selama 4 tahun tanpa nilai sisa dengan metode garis lurus. Namun, diperkirakan diakhir tahun ke-4 mesin dapat dijual dengan harga Rp. 5.000.000,- dan mesin diperkirakan menghasilkan arus kas sesudah pajak (EAT + depresiasi) sebesar Rp. 7.500.000,- dengan biaya operasi mesin (jika dibayar oleh lessor jika kita leasing) diperkirakan Rp. 4.000.000,- serta lease payment tahunan ditentukan oleh lessor sebesar Rp. 10.000.000,- per tahun. Jika meminjam Rp. 80.000.000,- ke Bank, akan dikenai bunga 10% per tahun dan pajak penghasilan perusahaan adalah 50% dengan biaya modal perusahaan adalah 5%. Tentukan, apakah proyek pengadaan mesin tersebut dapat diterima? Jika YA, dengan cara Leasing atau Membeli?
Penyelesaian :
Langkah 1
                 7.500.000 + 7.500.000 + 7.500.000 + 7.500.000 – 80.000.000
NPV    
=          (1+ 0.05)¹     (1+ 0.05)²    (1+ 0.05)³    (1+ 0.05)4
             = 7.142.857,143 + 6.802.721,088 + 6.478.781,989 + 6.170.268,856 – 80.000.000
             = 26.594.629,08 – 80.000.000
             = -53,405.370,92

Langkah 2
Ot ( 1 – T )    = 4.000.000 ( 1 – 0,5 )    = 2.000.000
Rt ( 1 – T )    = 10.000.000 (1 – 0,5)    = 5.000.000
Depresiasi    
= 80.000.000                   = 20.000.000
                               4
Dt.T               = 20.000.000 * 0,5          = 10.000.000
Vn ( 1 – T )    = 5.000.000 ( 1 – 0,5 )    = 2.500.000
kd ( 1 – T )    = 0,1 ( 1 – 0,5 )                = 0.05

Tahun ke    Ot ( 1 – T )    -Rt ( 1 – T )    -Dt * T             Jumlah
     1           2.000.000    -5.000.000    -10.000.000    -13.000.000
     2           2.000.000    -5.000.000    -10.000.000    -13.000.000
     3           2.000.000    -5.000.000    -10.000.000    -13.000.000
     4           2.000.000    -5.000.000    -10.000.000    -13.000.000

Langkah 3
              -13.000.000 + -13.000.000 + -13.000.000 + -13.000.000  - 2.500.000 +  80.000.000
NAL
=    (1+ 0.05)¹         (1+ 0.05)²      (1+ 0.05)³         (1+ 0.05)4      (1+ 0.05)4
     = -12.380.952,38 – 11.791.383,22 – 11.228.888,78 – 10.695.132,17 – 2.056.756,19 + 80jt
          = -48.153.112,74 + 80.000.000
          = 31.846.887,26
Karena NPV < 0 dan NAL > 0, maka NPV + NAL
NPV + NAL     =  -53,405.370,92 + 31.846.887,26
                       = -21.558.483,66
Keputusan yang diambil ialah proyek mesin DITOLAK karena NPV < 0 dan NAL > 0 → NPV + NAL < 0, jika NPV < 0 dan NAL > 0 → NPV + NAL > 0, maka proyek mesin dapat diterima dan mesin diperoleh dengan cara Leasing.
D.    Evaluasi Leasing
Setiap rencana lease harus dievaluasi baik oleh lessee maupun lessor. Lessee harus menentukan apakah me-lease suatu aktiva lebih murah daripada membelinya, sementara lessor harus memutuskan apakah lease tersebut akan menghasilkan tingkat pengembalian yang wajar atau tidak. Pada umumnya, terjadinya perjanjian lease mengikuti urutan yang akan diuraikan berikut ini.
Perusahaan memutuskan untuk emperoleh bangunan atau peralatan tertentu. Keputusanini didasarkan atas prosedur penganggaran modal yang biasa, dan keputusan untuk memperoleh aktiva tersebut sudah dilaksanakan sebelum analisis lease dimulai. Karena itu, dalam analisis lease kita hanya mempertimbangkan apakah akan membiayai mesin itu dengan lease atau pinjaman.
Setelah perusahaan memutuskan memperoleh suatu aktiva, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana membiayainya. Perusahaan yang dikelola dengan baik tidak mempunyai banyak uang kas yang menganggur, sehingga aktiva baru harus dibiayai dengan cara tertentu.
Dana untuk membeli aktiva dapat diperoleh dengan meminjam, dengan menahan laba, atau dengan menerbitkan saham baru. Cara lain adalah dengan melease aktiva tersebut. Karena adanya ketentuan kapitalisasi/ pengungkapan dalam FASB #13, maka lease akan mempunyai pengaruh yang sama seperti pinjamanterhadap struktur modal lessee.Lease sebanding dengan pinjaman dalam arti bahwa perusahaan diharuskan untuk melakukan serangkaian pembayaran tertentu, dan kegagalan untuk memenuhi kewajiban pembayaran tersebut dapat mengakibatkan kebangkrutan. Jadi, sangat tepat untuk membandingkan biaya lease dengan biaya utang. Analisis ini, harus membandingkan biaya leasing dengan biaya utang tanpa memeperhatikan bagaimana sesungguhnya akiva terebut dibiayai. Aktiva itu sebenarnya dapat saja dibeli dengan uang kas yang ada, tetapi karena leasing merupakan alternative bagi pembiayaan dengan utang, maka perbandingan diantara kedua cara pembiayaan itu masih layak. Pembayaran lease dapat dilakukan pada awal atau akhir tahun.

E.     Perkembangan Leasing di Indonesia
Usaha leasing ( sewa guna usaha ) sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 sebelum masehi yang dilakukan oleh orang-orang Sumeria. Dokumen-dokumen yang ditemukan dari kebudayaan Sumeria menunjukkan bahwa transaksi leasing meliputi leasing peralatan, penggunaan tanah dan binatang piaraan.
Kegiatan Leasing diperkenalkan untuk pertama kali di indonesia pada tahun 1974 dengan di keluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No. 30/Kpb/1/1974 Tanggal 7 februari 1974 tentang “Perijinan usaha Leasing”. Sejak saat itu (khususnya tahun 1980) jumlah perusahaan leasing dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung perkembangan usaha ini, Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No. 650/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea meterai terhadap usaha leasing. Selanjutnya, tanggal 20 Desember 1988 dengan kebijakan deregulasi, perusahaan pembiayaandi antaranya usaha leasing diatur dalam paket tersebut. Dengan berlakunya paket kebijakan tersebut ketentuan leasing sebelumnya dinyatakan tidak berlaku. Dalam paket tersebut juga diperkenalkanistilah lembaga pembiayaan yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaan nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna sebagai alternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di idonesia, disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan. Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam pakdes 20, 1988 dengan keputusan Menteri Keuangan no. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, dengan jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut :
·         Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar
·         Perusahaan patungan indonesia-asing sebesar Rp. 10 milyar
·         Koperasi sebesar Rp. 3 milyar

DAFTAR PUSTAKA
http://Manajemen%20Keuangan%20/MIRZA'S_%20Leasing%20(Sewa%20Guna%20Usaha).html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar