MANAJEMEN KEUANGAN II
“EKSPANSI:
KONSOLIDASI, MERGER DAN AKUISISI”
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen Keuangan II di semester empat
Prodi
S1 Manajamen
Di susun oleh :
1. Anggraeni
Puspita Sari. (5130014014)
2. Ainul
Firda (5130014017)
3. Fitri
Alfiah Dewi (5130014028)
4. Nur Aini
(5230014001)
5. Ade
Suriani Dianini (5230014010)
Dosen
Pembimbing :
Ninnasi Muttaqiin, S.M.B., M.SM.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2016
BAB 1
PEMBAHASAN
EKSPANSI
Ekspansi perusahaan disebut juga dengan Perluasan Perusahaan.
Hal ini diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai efisiensi, menjadi
lebih kompetitif, serta untuk meningkatkan keuntungan atau profit perusahaan.
Ekspansi bisnis dapat dilakukan dalam beberapa metode, yakni :
1. Konsolidasi
Konsolidasi
adalah situasi di mana perusahaan yang terpisah menjadi satu. Kadang-kadang
digambarkan sebagai merger, meskipun secara teknis ini adalah dua situasi yang
berbeda. Dalam merger, baru bisnis terbentuk ketika satu perusahaan menyerap
yang lain, dalam konsolidasi, perusahaan bergabung pada istilah yang relatif
sama untuk membentuk satu perusahaan baru. Namun,
kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian.
Konsolidasi
dapat juga dikatakan menyatukan seluruh sumber daya, peluang dan kekuatan untuk
memenangkan persaingan jangka panjang, Memenangkan persaingan berarti menjadi
yang terbaik dalam melayani kebutuhan konsumen/klien saat ini dan dimasa
datang.
Konsolidasi
dilakukan dengan mengevaluasi kondisi usaha saat ini, diteruskan dengan
pengembangan strategi usaha jangka panjang, strategi tersebut dibuat lebih
terperinci dalam bentuk perencanaan dengan sasaran bergerak ke jangka menengah
dan panjang yang meliputi pengembangan sistem manajemen agar perencanaan dan
implementasi bisa sejalan, memberikan perioritas pada pengembangan yang
dilakukan secara terus menerus, pengembangan pasar dilakukan sistimatis dan
efisiensi menjadi acuan prestasi.
Berdasarkan
Pasal 1 angka 10 UU RI Nomor 40 Tahun 2007, peleburan (konsolidasi) adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan terbatas atau lebih, untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan tebatas yang baru yang
karena hukum memperoleh akitva dan pasiva dari perseroan terbatas yang
meleburkan diri dan status badan hukum perseroan tebatas yang meleburkan diri
berakhir karena hukum. Sementara Pasal 1 angka PP Nomor 27 Tahun 1998,
peleburan (konsolidasi), adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan
terbatas atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan
terbatas baru dan masing-masing perseroan terbatas yang meleburkan diri menjadi
bubar.
Contoh
: pembentukan Bank Mandiri yang berasal dari peleburan empat Bank BUMN yang sedang
sekarat akibat dampak krisis moneter 1997/1998, yaitu Bank BDN, Bank Bumi Daya,
Bank Ekspor Impor, dan Bank Bapindo. Kebijakan peleburan empat Bank BUMN
tersebut diambil pemerintah guna menyelematkan bank dari risiko kebangkrutan
karena pada saat itu modal keempat Bank BUMN tersebut sudah negatif.
Tujuan
Konsolidasi antara lain:
Secara alamiah usaha yang dimulai dengan skala kecil
perorangan mengalami fase-fase perkembangan mulai dari start up, bertahan hidup
dan tumbuh. Pada saat perusahaan mencapai periode tumbuh maka perlu dilakukan
konsolidasi dengan serius, jika konsolidasi dilakukan setengah hati maka
perusahaan akan mengalami stagnasi atau malah mundur.
Fase perkembangan usaha ditandai mulai tahap perusahaan yang baru MULAI USAHA dimana perusahaan masih rugi, selanjutnya akan beranjak memasuki PERIODE BERTAHAN HIDUP. Periode ini adalah lanjutan masa belajar bagi perusahaan, kekurangan pengalaman dan jaringan bisnis yang belum tumbuh membuat manajemen sering membuat kesalahan, Periode ini ditandai oleh penjualan belum stabil, naik turun dengan cepat, pasar belum kuat, sales kecil, belum terarah jelas, motivasi mulai labil, sering kali kurang kreatif dan inovatif (produk/pasar), biasanya pengusaha cenderung tertutup, strategi pemasaran lemah atau bahkan tidak ada dan belum ada manajemen usaha (tidak merasa perlu) serta sumber modal yang terbatas mulai menipis. Setelah perusahaan cukup mengenal lingkungan bisnisnya, jaringan mulai terbentuk, kesalahan operasional mulai berkurang maka perusahaan akan memasuki PERIODE TUMBUH, dengan ciri-ciri penjualan meningkat tajam dengan cepat, sering menolak permintaan, pasar tidak mampu dipenuhi seluruhnya, kapasitas tidak memadai, umumnya “over confidence” (investasi tidak tepat), hanya sedikit yang peningkatan penjualannya disebabkan strategi pemasaran yang baik, manajemen produksi tidak mendukung (produk gagal/reject meningkat), manajemen usaha belum teratur, modal kerja tidak pernah cukup, muncul pesaing baru (biasanya harga lebih rendah).
Fase perkembangan usaha ditandai mulai tahap perusahaan yang baru MULAI USAHA dimana perusahaan masih rugi, selanjutnya akan beranjak memasuki PERIODE BERTAHAN HIDUP. Periode ini adalah lanjutan masa belajar bagi perusahaan, kekurangan pengalaman dan jaringan bisnis yang belum tumbuh membuat manajemen sering membuat kesalahan, Periode ini ditandai oleh penjualan belum stabil, naik turun dengan cepat, pasar belum kuat, sales kecil, belum terarah jelas, motivasi mulai labil, sering kali kurang kreatif dan inovatif (produk/pasar), biasanya pengusaha cenderung tertutup, strategi pemasaran lemah atau bahkan tidak ada dan belum ada manajemen usaha (tidak merasa perlu) serta sumber modal yang terbatas mulai menipis. Setelah perusahaan cukup mengenal lingkungan bisnisnya, jaringan mulai terbentuk, kesalahan operasional mulai berkurang maka perusahaan akan memasuki PERIODE TUMBUH, dengan ciri-ciri penjualan meningkat tajam dengan cepat, sering menolak permintaan, pasar tidak mampu dipenuhi seluruhnya, kapasitas tidak memadai, umumnya “over confidence” (investasi tidak tepat), hanya sedikit yang peningkatan penjualannya disebabkan strategi pemasaran yang baik, manajemen produksi tidak mendukung (produk gagal/reject meningkat), manajemen usaha belum teratur, modal kerja tidak pernah cukup, muncul pesaing baru (biasanya harga lebih rendah).
Sampai pada satu titik tertentu perusahaan harus
melakukan konsolidasi karena kondisi usahanya mulai mengalami kesulitan
mempertahankan pertumbuhan penjualan, tingkat pertumbuhan pasar mulai lambat,
persaingan yang makin ketat harga, kualitas, pesaing terus bertambah, marjin laba
statis. Kondisi ini akan dialami jika strategi pengembangan usaha tidak ada,
sasaran masih jangka pendek, umumnya hanya administrasi keuangan yang baik,
pengembangan pasar dan produk dilakukan sporadis tidak sistimatis, penjualan
tidak naik cenderung statis, produksi dibawah kapasitas bahkan akan cenderung
surut jika konsolidasi tidak dilakukan sama sekali, penjualan menurun drastis,
tidak mampu lagi bersaing dipasar, likuiditas makin sulit, kapasitas produksi
akan terus menurun. Kondisi ini sering terjadi pada usaha kecil yang beranjak
menjadi perusahaan menengah.
Permasalahan yang harus dipecahkan pada tahap awal
konsolidasi adalah tujuan dan sasaran bisnis yang ingin anda capai dimasa
datang atau posisi seperti apa bisnis anda lima atau sepuluh tahun mendatang.
Permasalahan
dalam menetapkan sasaran bisnis adalah :
1) Menarik
garis antara sasaran yang ingin dicapai dimasa datang dengan kondisi usaha dan
lingkungan usaha saat ini, garis tersebut adalah sasaran antara atau
tahap-tahap pengerjaannya.
2) Memperkirakan
kondisi lingkungan atau peluang dan tantangan dimasa datang sehingga sasaran
yang ingin anda capai lebih realistis.
Alasan
mengapa perusahaan melakukan Konsolidasi ?
Untuk
memutuskan bergabung dengan perusahaan lain bukan-lah perkara yang mudah.
Keputusan bergabung diambil karena suatu alasan yang sangat kuat. Jadi sebelum
melakukan penggabungan badan usahanya, setiap perusahaan tentu mempunyai maksud
ter¬tentu yang ingin dicapainva. Demikian pula jenis penggabungan yang akan
dipilih juga dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan. Terdapat beberapa
alasan suatu bank atau suatu perusahaan untuk melakukan penggabungan secara
Konsolidasi. Alasan yang biasa dipakai yaitu antara lain :
I.
Masalah Kesehatan
Apabila
bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia setelah melalui beberapa
perbaikan sebelumnya, maka sebaik¬nya bank tersebut melakukan penggabungan.
Pilihan pengga¬bungan tentunya dengan bank yang sehat. Jika bank yang
diga¬bungkan sama-sama dalam kondisi tidak sehat maka sebaiknya pilihan penggabungan
adalah konsolidasi atau dapat pula diakui¬sisi oleh bank lain yang sehat.
II.
Masalah Permodalan
Apabila
modal suatu bank dirasakan kecil sehingga sulit untuk melakukan perluasan
usaha, maka bank dapat bergabung dengan satu atau beberapa bank sehingga modal
dimiliki menjadi besar. Sebagai contoh Bank Maras hanva memiliki modal 5 milyar
dengan 12 buah cabang bergabung dengan Bank Mangkol yang memiliki modal 10
milyar clan memiliki 20 cabang. Gabungan kedua bank tersebut sekarang memiliki
modal 15 milyar dan 32 cabang. Dengan adanya penggabungan atau usaha peleburan
otomatis lebih mudah untuk mengembangkan usahanya. Yang jelas setelah melakukan
penggabungan modal dan cabang dari beberapa bank yang ikut bergabung akan
bertambah besar.
III.
Masalah Manajemen
Manajemen
bank yang sembrawut atau kurang profesional se¬hingga, perusahaan terus merugi
dan sulit untuk berkembang. Jenis bank inipun sebaiknya melakukan penggabungan
usaha atau peleburan usaha dengan bank yang lebih profesional yang terkenal
dengan kualitas manajemennya.
IV.
Teknologi dan
Administrasi.
Bank
yang menggunakan teknologi yang masih tradisional sangat menjadi masalah. Dalam
perkembangan yang sedemikian cepat diperlukan teknologi yang canggih. Untuk
memperoleh teknologi yang canggih diperlukan modal yang tidak sedikit. JaIan
keluar yang dipilih adalah melakukan penggabungan dengan bank yang sudah
memiliki teknologi yang canggih. Demikian pula bagi bank yang kurang teratur
dan masih tradisional dalam hal administrasinya, sebaiknya bank melakukan penggabungan
atau peleburan sehingga diharapkan administrasinya menjadi lebih baik.
V.
Ingin Menguasai Pasar.
Tujuan
ingin menguasai pasar tidak diumumkan secara jelas kepada pihak luar dan
biasanya hanya diketahui oleh mereka yang hendak ikut bergabung. Dengan adanya
penggabungan dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah nasabah yang
dimiliki bertambah. Tujuan ini juga dilakukan untuk meng¬hilangkan atau melawan
pesaing yang ada.
22.
Merger
Merger adalah
salah satu strategi ekspansi perusahaan atau restrukturisasi perusahaan dengan
cara menggabungkan dua perusahaan atau lebih. Dalam merger hanya ada satu
perusahaan yang dibiarkan hidup, sementara perusahaan lainnya dibubarkan tanpa
likuidasi.
Contoh : penggabungan tiga perusahaan farmasi pada
tahun 2005 yaitu PT Kalbe Farma Tbk, PT Dankos Laboratories Tbk, dan PT
Enseval. Dalam penggabungan ini, badan hukum yang dipertahankan adalah PT Kalbe
Farma Tbk, sedangkan kedua perusahaan lainnya dibubarkan. Semua aset dan
kewajiban perusahaan yang menggabungkan diri (PT Dankos dan PT Enseval)
selanjutnya akan beralih ke dalam PT Kalbe Farma. Karena PT Kalbe Farma dan PT
Dankos sudah menjadi perusahaan terbuka yang menjual sahamnya di Pasar Modal
Indonesia, proses mergernya juga wajib dilakukan menurut aturan Badan
Pengawasan Pasar Modal (Bapepam).
Merger terbagi menjadi tiga, yaitu:
·
Merger Horizontal
adalah merger yang dilakukan oleh usaha sejenis (usahanya sama), misalnya
merger antara dua perusahaan roti, perusahaan sepatu.
·
Merger Vertikal adalah
merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan,
misalnya dalam alur produksi yang berurutan. Contohnya: perusahaan pemintalan
benang merger dengan perusahaan kain, perusahaan ban merger dengan perusahaan
mobil.
·
Merger Konglomerat
adalah merger antara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang
berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan
perusahaan elektronik atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan.
Tujuan utama konglomerat ialah untuk mencapai pertumbuhan Badan Usaha dengan
cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah dengan saling
bertukar saham antara kedua perusahaan yang disatukan.
Tujuan
Merger antara lain:
- Diversifikasi untuk pertumbuhan.
- Diversifikasi menurut pasar atau pelanggan untuk mengimbangi faktor-faktor musiman, untuk menetralisir pasar produk yang menurun, dan sebagainya.
- Perluasan, penyempurnaan, atau komplementasi lini produk.
- Mendapatkan kemampuan riset dan pengembangan yang diperlukan.
- Penciptaan atau perolehan lini produk baru.
- Integrasi, sehingga mendapatkan penawaran yang cukup dari bahan-baku atau suku cadang yang kritis.
- Perluasan pasar, termasuk pasar di luar negeri yang belum dijamah.
- Memperbaiki manajemen.
- Memperoleh fasilitas-fasilitas pengolahan atau riset yang baru.
Syarat
Merger:
Hazel
J.Johnson (1995) menyatakan, prasyarat yang harus dianalisis terlebih dahulu
dari kedua Bank yang akan melakukan merger adalah:
1. Kondisi
keuangan masing-masing Bank, merger sesama bank sehat atau karena collapse.
2. Kecukupan
modal
3. Manajemen,
baik sebelum atau sesudah merger
4. Apakah
merger dapat memberi manfaat bagi pengguna jasa Bank tersebut.
Kelebihan
dan Kekurangan Merger:
Kelebihan
Merger
Pengambilalihan
melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang
lain (Harianto dan Sudomo, 2001, p.641)
Kekurangan
Merger
Merger
memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang
saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut
diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.642).
Alasan
mengapa perusahaan melakukan Merger ?
Pada
umumnya tujuan dilakukannya merger adalah mendapatkan sinergi atau nilai
tambah. Keputusan untuk merger harus menjadikan dua tambah dua sama dengan
lima. Nilai tambah yang dimaksud adalah lebih bersifat jangka panjang dibanding
nilai tambah yang bersifat sementara saja. Oleh karena itu, ada tidaknya
sinergi suatu merger tidak bisa dilihat sesaat setelah merger itu terjadi,
tetapi diperlukan waktu yang cukup panjang. Sinergi yang terjadi sebagai akibat
dari penggabungan usaha bisa berupa turun naiknya skala ekonomis, maupun
sinergi keuangan yang berupa kenaikan modal. Adapun beberapa alasan perusahaan
melakukan penggabungan melalui merger, yaitu:
1) Pertumbuhan atau
diversifikasi. Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik
ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun
akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika
melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi
perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
2) Sinergi. Sinergi dapat
tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale).
Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan
pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak
merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada
dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat
dihilangkan.
3) Meningkatkan dana. Banyak
perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal,
tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan
tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi
sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban
keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
4) Menambah ketrampilan
manajemen atau teknologi. Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan
baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi.
Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat
membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan
perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
5) Pertimbangan pajak. Perusahaan
dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat
melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan
kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan
kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak
dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan
keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimalisasi
kesejahteraan pemilik.
6) Meningkatkan likuiditas
pemilik. Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas
yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas
dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan
perusahaan yang lebih kecil.
7) Melindungi diri dari
pengambilalihan. Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran
pengambilalihan yang tidak bersahabat. Usaha suatu perusahaan dalam mengambil
alih perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang. Oleh
karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk
ditanggung oleh perusahaan yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).
Dasar Hukum Merger
Setiap tindakan yang
dilakukan di Negara hukum haruslah
mempunyai dasar hukumnya. Apalagi tindakan hukum
berupa merger perusahaan yang begitu penting
kedudukannya dalam bidang hukum perusahaan
tersebut. Secara yuridis, yang merupakan dasar hukum bagi
tindakan merger tersebut adalah sebagai berikut:
- Dasar Hukum Utama (UUPT dan PP);
- Dasar Hukum Kontraktual;
- 3. Dasar Hukum Status Perusahaan (Pasar Modal, PMA, BUMN);
- 4. Dasar Hukum Konsekuensi Merger;
- 5. Dasar Hukum Pembidangan Usaha.
Yang menjadi dasar hukum utama bagi
suatu merger perusahaan adalah UUPT dan Peraturan pelaksanaannya.
UUPT tersebut mengatur tentang merger,
akuisisi dan konsolidasi mulai dari Pasal 26, 62,
122, 123, 126, 127, 128, 129, 132,
133 dan 152. Sebagaimana diketahui bahwa
UUPT menggunakan istilah “Penggabungan” untuk merger,
“Pengambilalihan” untuk akuisisi, dan “Peleburan” untuk konsolidasi. Disamping
UUPT, pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan PP No. 27
Tahun 1998 yang mengejawantahkan
ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang
Nomor. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT lama) Tentang Pereseroan (UUPT lama).
Syarat-syarat merger, akuisisi dari
perusahaan menurut PP no. 27, tersebut terdapat dalam Pasal 4 yang berbunyi:
1)
penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan degan memperhatikan:
a)
kepentingan
perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan
perseroan yang bersangkutan;
b)
kepentingan
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha;
2)
Penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan tidak mengurangi
hak pemegang saham minoritas untuk menjual
sahamnya dengan harga saham yang wajar;
3)
Pemegang
saham yang tidak setuju terhadap keputusan rapat umum pemegang saham mengenai
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan hanya dapat menggunakan haknya
agar saham yang dimiliknya dibeli dengan harga yang wajar sesuai dengan
ketentuan Pasal 62 UUPT.
4)
Pelaksanaan
hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan.
Selanjutnya dalam Pasal 6 dinyatakan:
1)
Penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan rapat
umum pemegang saham;
2)
Penggabungan
peleburan dan pengambilalihan dilakukan berdasarkan
keputusan rapat umum pemegang saham yang
dihadiri oleh ¾ bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hal suara yang sah dan
disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut;
3)
Bagi
Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tidak tercapai maka syarat kehadiran
dan pengambil keputusan ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Sedangkan Menurut
Pasal 26 UUPT perubahan anggaran dasar
yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan berlaku
sejak:
1.
persetujuan
Menteri
2.
kemudian
yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri, atau
3.
pemberitahuan
perubahan anggaran dasar diterima Menteri,
atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam
akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan menurut UUPT,
Direksi Perseroan yang berencana untuk menggabungkan diri dan meneriman
Penggabungan harus menyusun rancangan
penggabungan sesuai dengan Pasal 123 ayat (2) UUPT yang memuat
sekurang-kurangnya:
a)
nama
dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan
yang akan melakukan penggabungan;
b)
alasan
serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan dan persyaratan penggabungan;
c)
tata
cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang
menggabungkan diri terhadap sahan Perseroan yang menerima Penggabungan;
d)
rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima
penggabungan apabila;
e)
laporan
keuangan ssebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf (a) yang
meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan
f)
rencana
kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g)
neraca
proforma Perseroan yang menerima Penggabungan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h)
cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban
anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan diri;
i)
cara
penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan
yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j)
cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k)
nama
anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta
gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota
Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang
menerima Penggabungan;
l)
perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m)
laporan
mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
n)
kegiatan
utama setiap Perseroan yang melakukan
Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang
berjalan; dan
o)
rincian
masalah yang timbul selama tahun buku
yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan.
3. Akuisisi
Akuisisi perusahaan secara sederhana dapat diartikan
sebagai pengambilalihan perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas
perusahaan sehingga menjadi pemegang saham pengendali. Dalam peristiwa
akuisisi, baik perusahaan yang mengambil alih (pengakuisisi) maupun perusahaan
yang diambil alih (diakuisisi) tetap hidup sebagai badan hukum yang terpisah.
Istilah akuisisi sendiri berasal dari bahasa Inggris
”acquisition” yang dalam sering disebut juga dengan “take over” . Yang dimaksud
dengan ”acquisition” atau ”take over” tersebut ialah pengambilalihan suatu
kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain (one company
taking over controlling interest in another company) . Ungkapan take over
sendiri terdiri dari ”friendly take over” (akuisisi bersahabat) atau akuisisi
biasa, serta “hostile take over” (akuisisi tidak bersahabat) atau sering
diistilahkan sebagai pencaplokan perusahaan . Pengambilalihan tersebut ditempuh
dengan cara membeli hak suara dari perusahaan (the firm voting stock) atau
dengan kata lain membeli saham dari perusahaan tersebut.
Pengambilalihan perusahaan (akuisisi), sesuai Pasal
1 angka 11 UURI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persoroan Terbatas, adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
perseroan tersebut. Sementara itu, pengambilalihan (akuisisi), sesuai pasal 1
angka 3 PP Nomor 27 Tahun 1998, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih perusahaan baik seluruh
ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Pengambilalihan (akuisisi), sesuai pasal 1 angka 3
PP Nomor 57 Tahun 2010, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha
untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas badan usaha tersebut. Pelaku usaha, sesuai dengan pasal 1 angka 8 PP Nomor
57 Tahun 2010, adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Contoh : pengambilalihan saham mayoritas pabrik
rokok asal Indonesia (PT HM Sampoerna) oleh perusahaan rokok asal Amerika
(Philip Morris Ltd). Akibat akuisisi tersebut, kendali perusahaan PT HM
Sampoerna tidak lagi berada di tangan keluarga besar Sampoerna tetapi sudah
beralih tangan Philip Morris Ltd.
a) Layaknya
peraturan hukum yang lain, maka dalam peraturan mengenai akuisisi terdapat pula
beberapa larangan terkait dengan akuisisi. Karena tidak mungkin aksi korporasi
tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu, dan sudah menjadi
kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi kepentingan semua pihak. Dalam UU.
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat larangan dalam akuisisi
yang menyebutkan bahwa perbuatan hukum penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan pihak-pihak
sebagai berikut :
Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b) Kreditor
dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c) Masyarakat
dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
Tujuan
Akuisisi antara lain:
1) Membeli
product lines untuk melengkapi product lines dari perusahaan yang akan
mengambil alih.
2) Untuk
memperoleh akses pada teknologi baru atau lebih baik pada perusahaan yang
menjadi objek pengambilalihan.
3) Memperoleh
pasar atau pelanggan baru.
4) Memperoleh
hak pemasaran atau hak produksi yang belum dimiliki.
5) Memperoleh
kepastian atas pemasokan bahan baku yang kualitasnya baik yang dipasok
perusahaan objek akuisisi.
6) Melakukan
investasi atas keuangan perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai.
7) Mengurangi
atau menghambat persaingan
8) Mempertahankan
kontinuitas bisnis.
Kelebihan
dan Kekurangan Akuisisi:
Keuntungan-keuntungan
akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
a) Akuisisi
Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga
jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan
sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
b) Dalam
Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang
saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak
diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
c) Karena
tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham
dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile
takeover).
d) Akuisisi
Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara
pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi
pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan
Sudomo, 2001, p.643-644).
Kerugian-kerugian
akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
a) Jika
cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan
tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan
menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi
agar akuisisi terjadi.
b) Apabila
perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
c) Pada
dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik
nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi
Alasan
mengapa perusahaan melakukan Akuisisi ?
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan
hukum, perpajakan atau alasan lainnya. Di Indonesia didorong oleh semakin
besarnya pasar modal, transaksi akuisisi semakin banyak dilakukan dan isu
mengenai hal tersebut memang sudah hangat dibicarakan baik oleh para pengamat
ekonomi, ilmuwan, maupun praktisi bisnis sejak tahun 1990 (Payamta dan
Setiawan, 2004).
Bostman
(1997:3) dalam Dewi (2004) mengungkapkan beberapa alasan mengapa penggabungan
usaha dapat menghasilkan nilai:
1. Hilangnya
biaya tetap yang merupakan duplikasi.
2. Kondisi
kesinambungan dalam proses produksi.
3. Manajemen
aktiva lebih efisien.
4. Nilai
dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan keringanan pajak yang belum digunakan.
Suta
(2000) juga mengemukakan alasan-alasan perusahaan melakukan akuisisi yakni:
1) Keuntungan
dari segi operasi (operating advantage), melalui kemungkinan pencapaian skala
ekonomis.
2) Keuntungan
dari segi finansial (financial advantage), yang didapat melalui manfaat di
pasar uang ataupun pasar modal.
3) Kemungkinan
untuk meningkatkan pertumbuhan usaha, yakni dengan mengakselerasi tingkat
pertumbuhan dibandingkan dengan melalui ekspansi internal.
4) Diversifikasi
atas usaha perusahaan, sehingga dengan demikian dapat menjaga agar perolehan
tingkat keuntungan tidak mengalami fluktuasi.
Gurendrawati dan Sudibyo (1999) menjelaskan, bergabungnya perusahaan lebih dimungkinkan akan saling menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan jika melakukan sendiri-sendiri.
Gurendrawati dan Sudibyo (1999) menjelaskan, bergabungnya perusahaan lebih dimungkinkan akan saling menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan jika melakukan sendiri-sendiri.
Ada
lima alasan dilakukannya akuisisi, yaitu:
1) Keinginan
untuk mengurangi kompetisi antar perusahaan atau ingin memonopoli salah satu
bidang usaha.
2) Untuk
memanfaatkan kekuatan pasar yang belum sepenuhnya terbentuk.
3) Untuk
mencapai skala ekonomi tertentu sehingga dapat menjadi lower cost producer.
4) Untuk
memperoleh sumber baku yang lebih murah.
5) Untuk
mendapatkan akses pasar/dana yang relatif murah karena kapasitas hutang yang
semakin besar serta kemampuan baik dalam hal teknologi.
Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank dapat dilakukan berdasarkan :
1) Inisiatif
Bank yang bersangkutan
2) Permintaan
Bank Indonesi.
3) Inisiatif
badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan.
Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi yang dilakukan atas inisiatif Bank yang bersangkutan
maupun atas inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka
penyehatan perbankan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan BI.
Tata
cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
a. Direksi
Bank yang akan merger menyusun rencana merger yang disetujui Komisaris, berisi
tentang nama dan tempat kedudukan Bank yang akan melakukan Merger serta tata
cara konversi saham dari masing-masing Bank yang akan melakukan Merger terhadap
saham Bank hasil Merger dan rancangan perubahan Anggaran Dasar.
b. Alasan
masing-masing Direksi Bank yang melakukan merger atau Akuisisi;
c. Pihak
yang akan mengakuisisi menyampaikan maksud untuk melakukan Akuisisi kepada
Direksi Bank yang akan diakuisisi.
d. Menyiapkan
Neraca, Perhitungan Laba Rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku dari semua Bank
yang akan merger. Jika merger Bank dengan bank lain yang tergabung dalam satu
grup atau antar grup, usulan rencana Merger memuat neraca konsolidasi dan neraca
proforma dari Bank hasil Merger.
e. Hal
yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing Bank, antara lain :
1) Neraca
proforma Bank hasil Merger sesuai dengan standar akuntansi keuangan,
2) perkiraan
keuntungan dan kerugian serta masa depan Bank setelah merger berdasarkan hasil
penilaian ahli yang independent serta administrative lainnya seperti status
karyawa
3) hak-hak
pemegang saham minoritas,
4) susunan
gaji dan tunjangan lain bagi Direksi dan Komisaris dan sebagainya.
Weston,
J.Fred dan Thomas E.Copeland. Manajemen Keuangan. Edisi kedelapan (edisi
revisi) – Jilid 2. 1992. Jakarta Barat: Binarupa Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar